Diberdayakan oleh Blogger.

penyakit serangan jantung


Serangan jantung atau yang dalam bahasa medis disebut infark miokard/ infark miokard akut, terjadi ketika darah yang mengalir ke bagian otot jantung tersumbat. Jika aliran darah terputus lebih dari beberapa menit, sel-sel otot jantung (miokardium) akan mulai rusak/mati (infark) karena kekurangan oksigen.

Gejala
Gejala khas serangan jantung akut adalah nyeri dada tiba-tiba  (biasanya menjalar ke lengan kiri atau sisi kiri leher), sesak napas (dada terasa seperti “diinjak gajah”), mual, muntah, jantung berdebar, berkeringat, dan gelisah. Serangan jantung pada perempuan memiliki lebih banyak gejala dan tidak selalu khas. Sekitar seperempat kasus infark miokard terjadi “diam-diam”, tanpa nyeri dada atau gejala lainnya. Serangan jantung diam-diam tersebut terutama terjadi pada orang tua, pada pasien diabetes mellitus dan setelah transplantasi jantung. Pada penderita diabetes, kenaikan ambang nyeri, neuropati otonom, dan faktor psikologis mungkin menyebabkan gejalanya tidak terasa.
photo © 2010 Steve K | more info (via: Wylio)

Tingkat kerusakan pada jantung tergantung pada berapa lama otot jantung kekurangan oksigen. Jika aliran darah tidak pulih dalam waktu 20 hingga 40 menit, otot jantung akan mulai mengalami kerusakan permanen, yang mengarah ke jaringan parut. Seiring waktu, hal ini dapat mengakibatkan komplikasi seperti gagal jantung dan aritmia yang mengancam jiwa.

Serangan jantung adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia. Bila Anda merasakan gejala serangan jantung, Anda harus segera mendapatkan perhatian medis di rumah sakit. Lebih baik segera pergi ke rumah sakit dan diberi tahu bahwa Anda tidak terkena serangan jantung daripada Anda tetap tinggal di rumah sampai terlambat.

Penyebab
Penyebab serangan jantung paling umum adalah penyumbatan (oklusi) arteri koroner setelah pecahnya plak aterosklerotik, yaitu tumpukan lipid (asam lemak) dan sel-sel darah putih pada dinding arteri koroner yang memasok darah ke jantung. Plak yang pecah menciptakan gumpalan-gumpalan bekuan darah. Jika bekuan cukup besar maka dapat menutup sebagian atau seluruh arteri, yang mengakibatkan serangan jantung.

Diagnosis
Tes untuk mendiagnosis serangan jantung meliputi:

Elektrokardiogram (ECG): pembacaan impuls listrik jantung. Kadang-kadang tes ini dilakukan sembari Anda berolahraga dengan sepeda statis atau treadmill.
Tes darah: untuk mengukur tingkat zat dilepaskan ke dalam darah ketika otot jantung rusak.
Angiogram (atau kateterisasi jantung): rontgen khusus arteri koroner Anda.


Pengobatan

Pengobatan serangan jantung adalah dengan:

Obat untuk melarutkan gumpalan darah yang memblokir arteri koroner.
Angioplasty dan implantasi stent: prosedur untuk membuka arteri koroner yang tersumbat dengan menggunakan balon di titik penyempitan. Setelah arteri terbuka, tabung logam khusus yang dapat menggelembung (stent) ditempatkan agar tetap terbuka.
Operasi bypass: operasi di mana aliran darah dialihkan dari area penyempitan di arteri koroner Anda.
Penggunaan obat jangka panjang : untuk menurunkan risiko gangguan jantung lebih lanjut. Obat-obatan ini mungkin mencakup dosis kecil aspirin reguler, obat penurun kolesterol, beta-blocker dan penghambat ACE (angiotensin-converting enzyme).
Defibrilator implan jantung (ICD):  perangkat kecil yang kadang-kadang ditanam di dekat jantung untuk mengelola irama jantung abnormal (aritmia) yang mungkin terjadi setelah serangan jantung.

penyakit aids



Kali ini saya akan mencoba membahas mengenai pengertian penyakit AIDS, penyebab penyakit AIDS, Pola atau cara penularan penyakit AIDS serta penanganan dan pengobatan yang diberikan kepada penderita penyakit HIV+ atau AIDS.

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Penyakit AIDS yaitu suatu penyakit yang ditimbulkan sebagai dampak berkembangbiaknya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh. Hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun.

Virus HIV menyerang sel CD4 dan menjadikannya tempat berkembang biak Virus HIV baru, kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit, Tubuh kita lemah dan tidak berupaya melawan jangkitan penyakit dan akibatnya kita dapat meninggal dunia meski terkena influenza atau pilek biasa.

Ketika tubuh manusia terkena virus HIV maka tidaklah langsung menyebabkan atau menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang mematikan.

Cara Penularan virus HIV AIDS
1. Melalui darah. misalnya ; Transfusi darah, terkena darah HIV+ pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb.

2. Melalui cairan semen, air mani (sperma atau peju Pria). misalnya ; seorang Pria berhubungan badan dengan pasangannya tanpa menggunakan kondom atau pengaman lainnya, oral sex, dsb

3. Melalui cairan vagina pada Wanita. misalnya ; Wanita yang berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral seks, dsb.

4. Melalui Air Susu Ibu (ASI). misalnya ; Bayi meminum ASI dari wanita hiv+, Pria meminum susu ASI pasangannya, dsb.

Adapun cairan tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ antara lain Saliva (air liur atau air ludah), Feses (kotoran atau tinja), Air mata, Air keringat
serta Urine (Air seni atau air kencing).

Tanda dan Gejala Penyakit AIDS
Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.

Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini :

1. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.

2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik.

3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.

4. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.

5. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.

6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic inflammatory disease (PID)' dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).

Penanganan dan Pengobatan Penyakit AIDS
Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam mengatasi HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Adapun tujuan pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah untuk membantu memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka yang diketahui terserang virus HIV dalam upaya mengurangi angka kelahiran dan kematian.

Kita semua diharapkan untuk tidak mengucilkan dan menjauhi penderita HIV karena mereka membutuhkan bantuan dan dukungan agar bisa melanjutkan hidup tanpa banyak beban dan berpulang ke rahmatullah dengan ikhlas.

penyakit TBC (tuberkulosis)


Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Di Indonesia khususnya, Penyakit ini terus berkembang setiap tahunnya dan saat ini mencapai angka 250 juta kasus baru diantaranya 140.000 menyebabkan kematian. Bahkan Indonesia menduduki negara terbesar ketiga didunia dalam masalah penyakit TBC ini.

Penyebab Penyakit (TBC)

Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa, Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, Untuk mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBCpada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).

Cara Penularan Penyakit TBC

Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru.

Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen.

Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga paru, Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba tuberkulosa disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC.

Berkembangnya penyakit TBC di Indonesia ini tidak lain berkaitan dengan memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Hal ini juga tentunya mendapat pengaruh besar dari daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Gejala Penyakit TBC

Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru.

1. Gejala umum (Sistemik)
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

2. Gejala khusus (Khas)
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

Penegakan Diagnosis pada TBC

Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular penyakit TBC, Maka ada beberapa hal pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk memeberikan diagnosa yang tepat antara lain :

- Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
- Pemeriksaan fisik secara langsung.
- Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
- Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
- Rontgen dada (thorax photo).
- dan Uji tuberkulin.

Pengobatan Penyakit TBC

Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit TBC dapat disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik.

Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-ray atau rontgen setiap 3 bulannya. Adapun obat-obtan yang umumnya diberikan adalah Isoniazid dan rifampin sebagai pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun karena adanya kemungkinan resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter akan memutuskan memberikan tambahan obat seperti pyrazinamide dan streptomycin sulfate atau ethambutol HCL sebagai satu kesatuan yang dikenal 'Triple Drug'.

penyakit tetanus



Tetanus adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Kuman ini menghasilkan racun yang dapat menghasilkan racun yang dapat mempengaruhi jaringan saraf manusia. Racun ini akan menjalar di sepanjang saluran saraf tepi, sampai ke susunan saraf pusat, danmengikuti aliran darah. Adanya racun ini mengakibatkan kekakuan otot di seluruh tubuh, terutama otot pengunyah dan otot batang tubuh.

Clostridium tetani termasuk kuman yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora. Spora ini mampu bertahan hidup terhadap lingkungan panas, antiseptic, dan jaringan tubuh, sampai berbulan-bulan. Kuman yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa menyebar lewat debu atau tanah yang kotor, dan mengenai luka.

Tetanus sering menginfeksi luka, terutama luka akibat tusukan benda tertantu, seperti paku, jarum, duri, dan sebagainya. Infeksi oleh kuman ini dimulai dari masuknya spora ke dalam luka. Spora itu akan berkembang dan mengeluarkan neurotoksin (tetanospamin) yang akan menyebabkan otot-otot menjadi kejang (spasme). Kontraksi kejang ini sangat kuat, bahkan dapat merobek otot atau fraktur kompresi pada tulang punggung.

Bila kita terkena luka, kita tidak dapat mendeteksi langsung apakah kita terkena kuman tetanus atau tidak. Apalagi luka kecil pun bisa mengakibatkan tetanus. Sebagai catatan saja, kuman tetanus bisa masuk lewat gigi berlubang yang dikorek-korek dengan tusuk gigi atau benda lain yang tidak bersih. Dapat juga masuk lewat telinga, jika kita membersihkannya dengan barang yang tidak bersih.

Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya.



GEJALA

Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu:

-Tahap awal

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.

-Tahap kedua

Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.

Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.

Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.

-Tahap ketiga

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi  spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.

Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan.



PENGOBATAN

Bila sudah ada gejala ringan tetanus, maka sumber luka (infeksi) harus segera diketahui.Kemudian, kadang dokter membuka luka baru dengan tujuan ada udara masuk, sehingga kuman mati karena mendapat oksigen. Setelah itu luka dibersihkan dengan antiseptik atau H2O2 dan antibiotik (*******ilin).

Untuk membunuh toksin tetanus, biasanya pasien diberi suntikan ATS (antitetanus serum). Sedangkan untuk mengatasi kejangnya diberi obat penenang (barbiturat atau valium). Jika keadaan pasien cukup gawat, misalnya otot-otot yang berhubungan dengan pernafasan (otot dada) kaku, maka pasien perlu diberi alat respirator.

Perawatan tetanus perlu sedikit 'spesial' karena pasien bersifat hipersensitif terhadap rangsang. Ini disebabkan karena toksin yang menempel di otot memblok sistem neoromoskular sehingga otot mudah terangsang. Kena rangsang sedikit saja, mereka bisa kejang-kejang yang sifatnya amat melelahkan. Karena itu kebanyakan pasien tetanus dirawat di ruang ICU dan jika perlu dibius umum.

Biasanya kamar perawatan pasien tetanus diletakkan di ujung atau di tempat yang relatif sepi. Bahkan dulu pasien dirawat di tempat yang gelap, agar lebih tenang dan menghindari rangsang. Seringkali pasien tetanus membutuhkan waktu yang relatif lama untuk penyembuhannya (2-3 bulan).



CEGAH DENGAN IMUNISASI

Cara pencegahan tetanus yang paling jtiu adalah dengan imunisasi. Imunisasi merupakan kekebalan aktif yang akan menjadi benteng terhadap kuman-kuman tetanus. Nah, apakah Anda sudah mendapatkan imunisasi tetanus? Jika belum, segeralah berkunjung ke puskesmas atau rumah sakit untuk mendapatkan imunisasi ini.

Lebih utama bila sejak bayi diimunisasi dengan suntikan DPT (difteri pertusis tetanus), yang kemudian dilanjutkan dengan booster (pengulangan). Sementara pada orang yang tidak diketahui sejarah imunisasinya, namun memperlihatkan gejala khar tetanus, maka kepadanya diberikan suntikan tetanus toksoid (TT), untuk merangsang tubuh membuat antibodi sendiri.

Pada mereka yang kemungkinan menunjukkan risiko tinggi tetanus, bisa diberikan dua jenis suntikan sekaligus, ATS dan TT, terutama jika riwayat imunisasinya meragukan. Penyuntikan ATS dilakukan di lengan kanan dan TT di lengan kiri atau sebaliknya. Tujuannya agar keduanya bekerja secara simultan, yang satu melawan kumannya, sementara yang lain membangun antibodi.

Selain dengan imunisasi, kita pun dapat meminimalkan terjadinya infeksi terhadap luka dengan berhati-hati saat beraktifitas, khususnya bila berhubungan dengan tempat-tempat atau benda-benda kotor. Bila membersihkan gudanga tau kebun, misalnya, maka sebaiknya kita memakai alas kaki dan sarung tangan. Untuk anak-anak, jauhkan benda-benda tajam dan kotor dari jangkauan mereka.



Sumber:           Majalah NIKAH,


penyakit rubella


Rubella, umumnya dikenal sebagai campak Jerman, adalah penyakit yang disebabkan oleh virus rubella. Nama "rubella" berasal dari'',''Latin yang berarti sedikit merah. Rubella juga dikenal sebagai campak Jerman karena penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh dokter Jerman pada pertengahan abad kedelapan belas. Penyakit ini sering ringan dan serangan sering berlalu tanpa diketahui. Penyakit ini bisa berlangsung satu sampai tiga hari. Anak-anak sembuh lebih cepat daripada orang dewasa. Infeksi dari ibu oleh virus Rubella saat hamil bisa serius, jika ibu terinfeksi dalam 20 minggu pertama kehamilan, anak bisa lahir dengan sindrom rubella bawaan (CRS), yang memerlukan berbagai penyakit tak tersembuhkan yang serius. Aborsi spontan terjadi pada hingga 20% kasus.

Rubella adalah infeksi anak umum biasanya dengan kesal sistemik yang minimal meskipun arthropathy transien dapat terjadi pada orang dewasa. Komplikasi serius sangat jarang. Terlepas dari dampak infeksi transplasenta pada janin berkembang, rubella merupakan infeksi yang relatif sepele.

Acquired (yaitu tidak kongenital) rubella ditularkan melalui tetesan emisi udara dari saluran pernapasan atas kasus aktif. Virus ini juga dapat hadir dalam tinja urin, dan pada kulit. Tidak ada carrier: reservoir ada seluruhnya dalam kasus manusia aktif. Penyakit ini memiliki masa inkubasi 2 sampai 3 minggu.

Pada kebanyakan orang virus dengan cepat dihilangkan. Namun, mungkin bertahan selama beberapa bulan post partum pada bayi bertahan CRS. Anak-anak adalah sumber signifikan dari infeksi pada bayi lain dan, lebih penting, untuk kontak wanita hamil.

Nama''''rubella kadang-kadang bingung dengan''rubeola'', sebuah nama alternatif untuk campak di negara berbahasa Inggris, sedangkan penyakit tidak berhubungan. Dalam beberapa bahasa Eropa lainnya,''''dan''rubela rubeola''adalah sinonim, dan''''rubeola bukan merupakan nama alternatif untuk campak.

Gejala Rubella
Setelah masa inkubasi 14-21 hari, gejala utama infeksi virus rubella adalah munculnya ruam (exanthem) pada wajah yang menyebar ke batang tubuh dan anggota badan dan biasanya memudar setelah tiga hari. Gejala lain termasuk demam ringan, pembengkakan kelenjar (limfadenopati leher rahim pasca), nyeri sendi, sakit kepala dan konjungtivitis. Kelenjar bengkak atau kelenjar getah bening bisa bertahan sampai seminggu dan demam jarang naik di atas 38 o C (100,4 o F). Ruam menghilang setelah beberapa hari tanpa pewarnaan atau mengupas kulit. Forchheimer tanda yang terjadi pada 20% kasus, dan ditandai oleh kecil, papula merah pada daerah langit-langit lunak.

Rubella dapat menyerang siapa saja dari segala usia dan umumnya merupakan penyakit ringan, jarang terjadi pada bayi atau mereka yang berusia di atas 40. Semakin tua seseorang adalah lebih parah gejala yang mungkin. Sampai dengan sepertiga anak perempuan lebih tua atau wanita mengalami nyeri sendi atau gejala jenis rematik dengan rubella. Virus ini dikontrak melalui saluran pernafasan dan memiliki masa inkubasi 2 sampai 3 minggu. Selama periode inkubasi, pembawa menular tetapi mungkin tidak menunjukkan gejala.

Rubella kongenital sindrom
Rubella dapat menyebabkan sindrom rubella bawaan dalam baru lahir. Sindrom (CRS) mengikuti infeksi intrauterin oleh virus Rubella dan terdiri dari jantung, otak, mata dan cacat pendengaran. Hal ini juga dapat menyebabkan prematuritas, berat badan lahir rendah, dan trombositopenia neonatal, anemia dan hepatitis. Risiko cacat besar atau organogenesis tertinggi untuk infeksi pada trimester pertama. CRS adalah alasan utama vaksin untuk rubella dikembangkan. Banyak ibu yang terjangkit rubella dalam trimester kritis pertama baik memiliki keguguran atau bayi lahir masih. Jika bayi bertahan infeksi, itu bisa dilahirkan dengan gangguan jantung parah (PDA yang paling umum), kebutaan, tuli, atau kehidupan lain yang mengancam gangguan organ tubuh. Manifestasi kulit yang disebut "blueberry muffin lesi."

Rubella Penyebab
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella, sebuah togavirus yang menyelimuti dan memiliki genom RNA beruntai tunggal. Virus ini ditularkan melalui jalur pernapasan dan bereplikasi di nasofaring dan kelenjar getah bening. Virus ini ditemukan di dalam darah 5 sampai 7 hari setelah infeksi dan menyebar ke seluruh tubuh. Virus memiliki sifat teratogenik dan mampu melintasi plasenta dan menginfeksi janin mana berhenti sel dari berkembang atau menghancurkan mereka.

Diagnosis Rubella
Rubella virus antibodi IgM spesifik yang hadir pada orang yang baru terinfeksi oleh virus Rubella, tetapi antibodi ini bisa bertahan selama lebih dari satu tahun dan hasil tes positif harus ditafsirkan dengan hati-hati. Kehadiran antibodi ini bersama dengan, atau waktu yang singkat setelah itu, karakteristik ruam menegaskan diagnosis.

penyakit radang lambung dan usus


Keterangan
Dari Wikipedia, ensiklopedi gratis
Gastroenteritis, Radang lambung dan usus adalah suatu jenis peradangan yang terjadi pada saluran pencernaan, terutama pada lambung dan usus kecil, dan mengakibatkan diare akut.

Peradangan dapat disebabkan oleh paparan makanan dan air yang terkontaminasi, atau oleh infeksi beberapa jenis virus atau bakteri, parasit dan efek samping dari diet berlebih dan pengobatan.

Di seluruh dunia, perawatan yang tidak memadai pada penderita gastroenteritis telah menelan korban sekitar 5 hingga 8 juta manusia meninggal setiap tahun. and is a leading cause of death among infants and children under 5.

Masa Inkubasi
Waktu terkena sampai kena penyakit bergantung puncaknya dalam beberapa jam sampai beberapa hari.

Gejala
Kombinasi sering membuang hajat besar atau berak berair, muntah, demam, sakit perut, sakit kepala. ada juga terkadang yang selalu sakit di bagian pundak dan leher.

Tempo pengasingan yang disarankan
Sekurang-kurangnya selama 24 jam setelah diare berhenti.

Pencegahan
Mencuci tangan secara teliti dengan sabun dan air setelah membuang hajat atau menyentuh tempat-tempat kotor dan sebelum menyentuh makanan.

penyakit rabies


Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus Rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus Rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga penyakit anjing gila.

 Penyebab Rabies
 Rabies disebabkan oleh virus Rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan yang diketahui dapat menjadi perantara Rabies antara lain rakun (Procyon lotor) dan sigung (Memphitis memphitis) di Amerika Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat Rabies yang masih tinggi. Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan. Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang terluka. Setelah infeksi, virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di sana. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Meskipun sangat jarang terjadi, Rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar virus Rabies. Dua pekerja laboratorium telah mengkonfirmasi hal ini setelah mereka terekspos udara yang mengandung virus Rabies. Pada tahun 1950, dilaporkan dua kasus Rabies terjadi pada penjelajah gua di Frio Cave, Texas yang menghirup udara di mana ada jutaan kelelawar hidup di tempat tersebut. Mereka diduga tertular lewat udara karena tidak ditemukan sama sekali adanya tanda-tanda bekas gigitan kelelawar.

Jenis-Jenis Rabies

 Hewan yang terinfeksi bisa mengalami Rabies ganas ataupun Rabies jinak. Pada Rabies ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada Rabies jinak, hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan.

Masa Inkubasi

 Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi penyakit Rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari-14 hari). Pada manusia 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun.


 Tahapan Penyakit Rabies Pada Hewan

Perjalanan penyakit Rabies pada anjing dan kucing dibagi dalam 3 fase (tahap).

 Fase Prodormal: Hewan mencari tempat dingin dan menyendiri, tetapi dapat menjadi lebih agresif dan nervus, pupil mata meluas dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini berlangsung selama 1-3 hari.

Setelah fase Prodormal dilanjutkan fase Eksitasi atau bisa langsung ke fase Paralisa. Fase Eksitasi: Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa saja yang ada di sekitarnya dan memakan barang yang aneh-aneh.


Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu terbuka dan tubuh gemetaran, selanjutnya masuk ke fase Paralisa. Fase Paralisa: Hewan mengalami kelumpuhan pada semua bagian tubuh dan berakhir dengan kematian.


Tahapan Penyakit Rabies Pada Manusia

  Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi Rabies meliputi 4 stadium:

Stadium Prodromal: Dalam stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing dan pening, dan lain sebagainya.

Stadium Sensoris: Dalam stadium sensori penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur, pupil membesar, hiperhidrosis, hiperlakrimasi.

Stadium Eksitasi: Pada stadium eksitasi penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernapasan. Hidrofobia yang terjadi pada penderita Rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha menelan air.

 Stadium Paralitik: Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita memasuki stadium paralitik ini menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif. Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka umumnya keempat stadium di atas tidak dapat dibedakan dengan jelas. Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras.

 Penanganan

 Bila terinfeksi Rabies, segera cari pertolongan medis. Rabies dapat diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin sebelum menginfeksi otak dan menimbulkan gejala. Bila gejala mulai terlihat, tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan penyakit ini. Kematian biasanya terjadi beberapa hari setelah terjadinya gejala pertama. Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi Rabies atau berpotensi Rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar) segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10-15 menit lalu beri antiseptik alkohol 70% atau betadin. Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin Rabies akan diberikan suntikan globulin imun Rabies yang dikombinasikan dengan vaksin. Separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di daerah pinggang. Dalam periode 28 hari diberikan 5 kali suntikan. Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus Rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin. Untuk cara sederhana dalam keadaan darurat anda dapat mencoba cara pada posting Cara Sederhana Mencegah Penyakit Rabies.



Penanganan Terhadap Hewan Yang Menggigit


 Anjing, kucing dan kera yang menggigit manusia atau hewan lainnya harus dicurigai menderita Rabies. Terhadap hewan tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut: Bila hewan tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya, maka hewan tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila hasil observasi negatif Rabies maka hewan tersebut harus mendapat vaksinasi Rabies sebelum diserahkan kembali kepada pemiliknya. Bila hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak ada pemiliknya) maka hewan tersebut harus diusahakan ditangkap hidup dan diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi dan setelah masa observasi selesai hewan tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara oleh orang yang berkenan, setelah terlebih dahulu diberi vaksinasi Rabies. Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus dibunuh, maka hewan tersebut harus diambil dan segera diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.



 Penanganan Terhadap Hewan Peliharaan



 Menempatkan hewan peliharaan dalam kandang yang baik dan sesuai dan senantiasa memperhatikan kebersihan kandang dan sekitarnya. Menjaga kesehatan hewan peliharaan dengan memberikan makanan yang baik, pemeliharaan yang baik dan melaksanakan vaksinasi Rabies secara teratur setiap tahun ke Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Praktek. Memasang rantai pada leher anjing bila anjing tidak dikandangkan atau sedang diajak berjalan-jalan.




 Pencegahan



Jadilah pemelihara hewan yang baik. Selalu ingat untuk memvaksinasi hewan peliharaan seperti anjing, kucing dan kera. Tindakan ini tidak hanya melindungi hewan anda dari penyakit Rabies tetapi juga melindungi diri anda sendiri dan keluarga anda. Selalu awasi binatang peliharaan anda. Kurangi kontak mereka dengan hewan atau binatang liar. Jika binatang peliharaan anda digigit oleh hewan liar, segera ke dokter hewan untuk diperiksa keadaannya. Hubungi dinas peternakan setempat bila anda menjumpai ada binatang liar yang mencurigakan di lingkungan tempat tinggal anda. Hindari kontak dengan hewan liar yang tidak jelas asal usulnya. Nikmati hewan liar seperti rakun, serigala dari tempat yang jauh. Jangan coba coba memberi mereka makan ataupun membelai mereka. Jangan sok menjadi penyayang hewan lalu mencoba memelihara hewan liar di rumah walaupun mereka kelihatan sangat jinak. Cegah kelelawar memasukan rumah atau tempat anda beraktifitas. Jika anda bepergian ke daerah yang terjangkit Rabies, segeralah ke pusat pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan vaksinasi Rabies.

Sumber referensi: http://www.berbagaihal.com/2011/04/kenali-penyakit-rabies-dan-metode.html

penyakit meningkokus


Penyakit Meningokokus adalah satu penyakit berjangkit. Neisseria menigitidis (meningokokus) merupakan bakteri kokus gram negatif yang secara alami hidup di dalam tubuh manusis. Meningokokus bisa menyebabkan infeksi pada selaput yang menyelimuti otak dan sumsum tulang belakang (meningitis), infeksi darah dan infeksi berat lainnya pada dewasa dan anak-anak. Neisseria gonorhoeae, juga merupakan kokus gram negatif alami pada manusia, yang menyebabkan gonore, suatu penyakit menular seksual yang bisa mengenai uretra, vagina dan anus dan bisa menjalar ke sendi. Banyak spesies Neisseria yang secara normal hidup di tenggorokan dan mulut, vagina dan usus, tetapi mereka jarang menyebabkan infeksi.Neisseria menigitidis (meningokokus) merupakan bakteri kokus gram negatif yang secara alami hidup di dalam tubuh manusis. Meningokokus bisa menyebabkan infeksi pada selaput pembungkus otak dan medulla spinalis (meningitis), infeksi darah dan infeksi berat lainnya pada dewasa dan anak-anak.
Neisseria gonorhoeae, juga merupakan kokus gram negatif alami pada manusia, yang menyebabkan gonore, suatu penyakit menular seksual yang bisa mengenai uretra, vagina dan anus dan bisa menjalar ke sendi.
Banyak spesies Neisseria yang secara normal hidup di tenggorokan dan mulut, vagina dan usus, tetapi mereka jarang menyebabkan infeksi.




Masa inkubasi

Waktu terekspos sampai kena penyakit 2 sampai 10 hari.



Gejala

Demam mendadak dan kombinasi sakit kepala, leher pegal, mual, muntah, mengantuk dan ruam.



Tempoh pengasingan yang disarankan

Dianjurkan memperoleh bantuan medis dengan segera. Pasien akan memerlukan perawatan di rumah sakit.


Pencegahan

Jangan minum minuman yang sama. Orang yang dekat harus bertemu dengan dokter dengan segera jika gejala muncul, dan mungkin perlu minum antibiotik tertentu.

penyakit malaria


Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium.  Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut.  Di dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah merah. Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan menunjukan gejala awal menyerupai penyakit influenza, namun bila tidak diobati maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian.
Penyakit ini paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis di mana parasit Plasmodium dapat berkembang baik begitu pula dengan vektor nyamuk Anopheles. Daerah selatan Sahara di Afrika dan Papua Nugini di Oceania merupakan tempat-tempat dengan angka kejadian malaria tertinggi.
Berdasarkan data di dunia, penyakit malaria membunuh satu anak setiap 30 detik. Sekitar 300-500 juta orang terinfeksi dan sekitar 1 juta orang meninggal karena penyakit ini setiap tahunnya. 90% kematian terjadi di Afrika, terutama pada anak-anak.
Untuk penemuannya atas penyebab malaria, seorang dokter militer Prancis Charles Louis Alphonse Laveran mendapatkan Penghargaan Nobel untuk Fisiologi dan Medis pada 1907.



Patofisiologi

Malaria disebabkan oleh parasit protozoa. Plasmodium (salah satu Apicomplexa) dan penu bila tak terawat; anak kecil lebih mungkin berakibat fatal.



Pengobatan

Pengobatan malaria tergantung kepada jenis parasit dan resistensi parasit terhadap klorokuin.
Untuk suatu serangan malaria falciparum akut dengan parasit yang resisten terhadap klorokuin, bisa diberikan kuinin atau kuinidin secara intravena. Pada malaria lainnya jarang terjadi resistensi terhadap klorokuin, karena itu biasanya diberikan klorokuin dan primakuin.
Tanggal 18 Oktober 2011 tim peneliti melaporkan hasil uji coba klinis Fase III vaksin untuk melawan parasit Plasmodium falciparum disebut RTS, S/AS01 yang didanai GlaxoSmithKline dan Malaria Vaccine Initiative PATH pada ribuan anak-anak di Afrika.


penyakit lepra, kusta, hansen


Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang sebelumnya, diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae,  hingga ditemukan bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh Universitas Texas pada tahun 2008,yang menyebabkan endemik sejenis kusta di Meksiko dan Karibia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse lepromatous leprosy. Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Saat ini penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen, bukan hanya untuk menghargai jerih payah penemunya, melainkan juga karena kata leprosy dan leper mempunyai konotasi yang begitu negatif, sehingga penamaan yang netral lebih diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya diderita oleh pasien kusta.
Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada penyakit tzaraath.




Sejarah

Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok kuna, Mesir kuna, dan India. Pada 1995, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta.  Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis, beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, seperti India dan Vietnam.
Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940-an dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan multiobat pada awal 1980-an dan penyakit ini pun mampu ditangani kembali.



Ciri-ciri



Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline leprosy).
Kusta multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering ditemukan. Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak beraturan; bagian yang besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan saraf tepi dengan kelemahan dan kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil dan dapat menjadi seperti kusta lepromatosa atau kusta tuberkuloid.
Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi makula kulit dan bagian yang tidak berasa (anestetik).
Kusta lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul, plak kulit simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa hidung yang menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan epistaksis (hidung berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan saraf sering kali terlambat.
Tidak sejalan dengan mitos atau kepercayaan yang ada, penyakit ini tidak menyebabkan pembusukan bagian tubuh. Menurut penelitian yang lama oleh Paul Brand, disebutkan bahwa ketidakberdayaan merasakan rangsang pada anggota gerak sering menyebabkan luka atau lesi. Kini, kusta juga dapat menyebabkan masalah pada penderita AIDS


PENYEBAB

Mycobacterium leprae adalah penyebab dari kusta. Sebuah bakteri yang tahan asam M. leprae juga merupakan bakteri aerobik, gram positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium.  M. leprae belum dapat dikultur pada laboratorium.




Patofisiologi

Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Selain manusia, hewan yang dapat tekena kusta adalah armadilo, simpanse, dan monyet pemakan kepiting. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.
Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina  hingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan.
Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adnaya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimanapun masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di epitel deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis.  Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan adanya sejumlah M. leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat.
Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada 1898. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari.
Pintu masuk dari M. leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan bahwa kulit dan saluran pernapasan atas menjadi gerbang dari masuknya bakteri. Rees dan McDougall telah sukses mencoba penularan kusta melalui aerosol di mencit yang ditekan sistem imunnya.  Laporan yang berhasil juga dikemukakan dengan pencobaan pada mencit dengan pemaparan bakteri di lubang pernapasan. Banyak ilmuwan yang mempercayai bahwa saluran pernapasan adalah rute yang paling dimungkinkan menjadi gerbang masuknya bakteri, walaupun demikian pendapat mengenai kulit belum dapat disingkirkan.
Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti berusaha mengukur masa inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi muda. Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.




PENGOBATAN


Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an, tidak ada pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat bakterisidal (pembasmi bakteri) yang lemah terhadap M. leprae. Penggunaan tunggal dapson menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. {ada 1960an, dapson tidak digunakan lagi.
Pencarian terhadap obat anti kusta yang lebih baik dari dapson, akhirnya menemukan klofazimin dan rifampisin pada 1960an dan 1970an.


Kemudian, Shantaram Yawalkar dan rekannya merumuskan terapi kombinasi dengan rifampisin dan dapson, untuk mengakali kekebalan bakteri. Terapi multiobat dan kombinasi tiga obat di atas pertama kali direkomendasi oleh Panitia Ahli WHO pada 1981. Cara ini menjadi standar pengobatan multiobat. Tiga obat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan atau resistensi bakteri.
Terapi di atas lumayan mahal, maka dari itu cukup sulit untuk masuk ke negara yang endemik. Pada 1985, kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di 122 negara. Pada Pertemuan Kesehatan Dunia (WHA) ke-44 di Jenewa, 1991, menelurkan sebuah resolusi untuk menghapus kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000, dan berusaha untuk ditekan menjadi 1 kasus per 100.000. WHO diberikan mandat untuk mengembangkan strategi penghapusan kusta.
Kelompok Kerja WHO melaporkan Kemoterapi Kusta pada 1993 dan merekomendasikan dua tipe terapi multiobat standar. Yang pertama adalah pengobatan selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin, klofazimin, dan dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.
Sejak 1995, WHO memberikan paket obat terapoi kusta secara gratis pada negara endemik, melalui Kementrian Kesehatan. Strategi ini akan bejalan hingga akhir 2010.
Pengobatan multiobat masih efektif dan pasien tidak lagi terinfeksi pada pemakaian bulan pertama. Cara ini aman dan mudah. jangka waktu pemakaian telah tercantum pada kemasan obat








Penyakit taun atau kolera

Penyakit taun atau kolera (juga disebut Asiatic cholera) adalah penyakit menular di saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakterium Vibrio cholerae. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui air minum yang terkontaminasi oleh sanitasi yang tidak benar atau dengan memakan ikan yang tidak dimasak benar, terutama kerang. Gejalanya termasuk diare, perut keram, mual, muntah, dan dehidrasi. Kematian biasanya disebabkan oleh dehidrasi. Kalau dibiarkan tak terawat, maka penderita berisiko kematian tinggi. Perawatan dapat dilakukan dengan rehidrasi agresif "regimen", biasanya diantar secara intravenous secara berkelanjutan sampai diare berhenti.



PENGOBATAN



Rehidrasi
Pengobatan utama dilakukan dengan mengembalikan cairan tubuh yang hilang atau rehidrasi yang cukup hingga masa penyakit selesai (biasanya 1 hingga 5 hari tanpa pemberian antibiotik).  Rehidrasi dapat dilakukan cara infus intravena cairan (pada kasus yang parah) atau dengan rehidrasi oral dengan oralit (oral rehydration solution)



Antibiotik
Antibiotik memiliki peran sekunder namun penting dengan mengurangi derajat penyakit dan durasi ekskresi penyakit. Pemberian antibiotik sebaiknya dilakukan setelah gejala muntah-muntah mereda (atau setelah rehidrasi pertama dan pemulihan dari asidosis). Pilihan pertama antibiotik yang digunakan di Indonesia adalah tetrasiklin dan pilihan keduanya adalah trimethoprim/sulfamethoxazole (bila V. cholerae pada pasien resisten terhadap tetrasiklin).


sumber wikipedia

penyakit influenza full


Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus RNA dari famili Orthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang unggas dan mamalia. Gejala yang paling umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam, nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri kepala berat, batuk, kelemahan, dan rasa tidak nyaman secara umum.
Walaupun sering tertukar dengan penyakit mirip influenza lainnya, terutama selesma, influenza merupakan penyakit yang lebih berat dibandingkan dengan selesma dan disebabkan oleh jenis virus yang berbeda  Influenza dapat menimbulkan mual, dan muntah, terutama pada anak-anak, namun gejala tersebut lebih sering terdapat pada penyakit gastroenteritis, yang sama sekali tidak berhubungan, yang juga kadangkala secara tidak tepat disebut sebagai "flu perut." Flu kadangkala dapat menimbulkan pneumonia viral secara langsung maupun menimbulkan pneumonia bakterial sekunder.
Biasanya, influenza ditularkan melalui udara lewat batuk atau bersin, yang akan menimbulkan aerosol yang mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan tinja burung atau ingus, atau melalui kontak dengan permukaan yang telah terkontaminasi. Aerosol yang terbawa oleh udara (airborne aerosols) diduga menimbulkan sebagian besar infeksi, walaupun jalur penularan mana yang paling berperan dalam penyakin ini belum jelas betul. Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari, disinfektan, dan deterjen.  Sering mencuci tangan akan mengurangi risiko infeksi karena virus dapat diinaktivasi dengan sabun.
Influenza menyebar ke seluruh dunia dalam epidemi musiman, yang menimbulkan kematian 250.000 dan 500.000 orang setiap tahunnya, bahkan sampai jutaan orang pada beberapa tahun pandemik. Rata-rata 41.400 orang meninggal tiap tahunnya di Amerika Serikat dalam kurun waktu antara tahun 1979 sampai 2001 karena influenza.  Pada tahun 2010 Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat mengubah cara mereka melaporkan perkiraan kematian karena influenza dalam 30 tahun. Saat ini mereka melaporkan bahwa terdapat kisaran angka kematian mulai dari 3.300 sampai 49.000 kematian per tahunnya.
Tiga pandemi influenza terjadi pada abad keduapuluh dan telah menewaskan puluhan juta orang. Tiap pandemi tersebut disebabkan oleh munculnya galur baru virus ini pada manusia. Seringkali, galur baru ini muncul saat virus flu yang sudah ada menyebar pada manusia dari spesies binatang yang lain, atau saat galur virus influenza manusia yang telah ada mengambil gen baru dari virus yang biasanya menginfeksi unggas atau babi. Galur unggas yang disebut H5N1 telah menimbulkan kekhawatiran munculnya pandemi influenza baru, setelah kemunculannya di Asia pada tahun 1990-an, namun virus tersebut belum berevolusi menjadi bentuk yang menyebar dengan mudah dari manusia-ke-manusia. Pada April 2009 sebuah galur virus flu baru berevolusi yang mengandung campuran gen dari flu manusia, babi, dan unggas, yang pada awalnya disebut "flu babi" dan juga dikenal sebagai influenza A/H1N1, yang muncul di Meksiko, Amerika Serikat, dan beberapa negara lain. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi mendeklarasikan wabah ini sebagai pandemi pada 11 Juni 2009 (lihat pandemi flu 2009). Deklarasi WHO mengenai pandemi tingkat 6 merupakan indikasi penyebaran virus, bukan berat-ringannya penyakit, galur ini sebetulnya memiliki tingkat mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan wabah virus flu biasa.
Vaksinasi terhadap influenza biasanya tersedia bagi orang-orang di negara berkembang.  Ternak unggas sering divaksinasi untuk mencegah musnahnya seluruh ternak. Vaksin pada manusia yang paling sering digunakan adalah vaksin influenza trivalen (trivalent influenza vaccine ) yang mengandung antigen yang telah dimurnikan dan diinaktivasi terhadap tiga galur virus. Biasanya, vaksin jenis ini mengandung material dari dua galur virus influenza subtipe A dan satu galur influenza subtipe B.  TIV tidak memiliki risiko menularkan penyakit, dan memiliki reaktivitas yang sangat rendah. Vaksin yang diformulasikan untuk satu tahun mungkin menjadi tidak efektif untuk tahun berikutnya, karena virus influenza berevolusi dengan cepat, dan galur baru akan segera benggantikan galur yang lama. Obat-obatan antivirus dapat dipergunakan untuk mengobati influenza, neuraminidase inhibitor (seperti Tamiflu atau Relenza).  yang terutama efektif.

KLASIFIKASI


Jenis-jenis virus
Dalam klasifikasi virus, virus influenza termasuk virus RNA yang merupakan tiga dari lima genera dalam famili Oethomyxoviridae:
Virus influenza A
Virus influenza B
Virus influenza C
Virus-virus tersebut memiliki kekerabatan yang jauh dengan virus parainfluenza manusia, yang merupakan virus RNA yang merupakan bagian dari famili paramyxovirus yang merupakan penyebab umum dari infeksi pernapasan pada anak, seperti croup (laryngotracheobronchitis),  namun dapat juga menimbulkan penyakit yang serupa dengan influenza pada orang dewasa





Virus influenza A
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik liar merupakan inang alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A. Kadangkala, virus dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu pandemi influenza manusia.
Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga tipe influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A dapat dibagi lagi menjadi subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus ini.  Serotipe yang telah dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah kematian pandemi pada manusia, adalah:
H1N1, yang menimbulkan Flu Spanyol pada tahun 1918, dan Flu Babi pada tahun 2009
H2N2, yang menimbulkan Flu Asia pada tahun 1957
H3N2, yang menimbulkan Flu Hongkong pada tahun 1968
H5N1, yang menimbulkan Flu Burung pada tahun 2004
H7N7, yang memiliki potensi zoonotik yang tidak biasa
H1N2, endemik pada manusia, babi, dan unggas
H9N2
H7N2
H7N3
H10N7




Virus influenza B
Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B hampir secara eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan dengan influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi influenza B adalah anjing laut dan musang. Jenis influenza ini mengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan oleh karenanya keragaman genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B. Karena tidak terdapat keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan terhadap influenza B biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi yang terjadi pada virus influenza B cukup untuk membuat kekebalan permanen menjadi tidak mungkin.  Perubahan antigen yang lambat, dikombinasikan dengan jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan antigen antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.




Virus influenza C
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi manusia, anjing, dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C lebih jarang terjadi dibandingkan dengan jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak




Struktur, sifat, dan tata nama subtipe
Virus influenza A, B, dan C sangat serupa pada struktur keseluruhannya. Partikel virus ini berdiameter 80-120 nanometer dan biasanya kurang-lebih berbentuk seperti bola, walaupun bentuk filamentosa mungkin saja ada. Bentuk filamentosa ini lebih sering terjadi pada influenza C, yang dapat membentuk struktur seperti benang dengan panjang mencapai 500 mikrometer pada permukaan dari sel yang terinfeksi. Namun, walaupun bentuknya beragam, partikel dari seluruh virus influenza memiliki komposisi yang sama.  Komposisi tersebut berupa envelope virus yang mengandung dua tipe glikoprotein, yang membungkus suatu inti pusat. Inti pusat tersebut mengandung genom RNA dan protein viral lain yang membungkus dan melindungi RNA. RNA cenderung terdiri dari satu untaian namun pada kasus-kasus khusus dapat berupa dua untaian.  Pada virus, genom virus tidak terdiri dari satu rangkaian asam nukleat; namun biasanya terdiri dari tujuh atau delapan bagian RNA negative-sense yang tersegmentasi, tiap-tiap bagian RNA mengandung satu atau dua gen. Contohya, genom influenza A mengandung 11 gen dalam delapan bagian RNA, yang mengode 11 protein: hemagglutinin (HA), neuraminidase (NA), nukleoprotein (NP), M1, M2, NS1, NS2 (NEP: nuclear export protein), PA, PB1 (polymerase basic 1), PB1-F2 dan PB2.
Hemagglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) merupakan dua flikoprotein besar yang berada di luar partikel virus. HA merupakan lektin yang memediasi ikatan (binding) virus terhadap sel target dan masuknya genom virus pada sel target, sementara NA terlibat dalam lepasnya anak virus dari sel yang terinfeksi, dengan membelah gula yang berikatan pada partikel virus dewasa.  Oleh karena itu, protein ini merupakan target bagi obat-obat antivirus.  Dan lagi, keduanya merupakan antigen, dimana antibodi terhadap antigen tersebut dapat diciptakan. Virus influenza A diklasifikasikan menjadi subtipe berdasarkan respons antibodi terhadap HA dan NA. Jenis-jenis HA dan NA tersebut merupakan pembedaan H dan N dalam, penamaan virus, misalnya H5N1.  Terdapat 16 subtipe H dan 9 subtipe N yang telah diketahui, namun hanya H 1, 2, dan 3, serta N 1 dan 2 yang umumnya ditemukan pada manusia.






Replikasi
Virus dapat bereplikasi hanya pada sel hidup. Infeksi dan replikasi influenza merupakan proses bertahap: pertama, virus harus berikatan dengan sel dan memasuki sel, kemudian memindahkan genomnya pada suatu tempat dimana virus tersebut dapat memproduksi duplikat dari protein virus dan RNA, kemudian menyusun komponen-komponen tersebut menjadi partikel virus baru, dan terakhir, keluar dari sel inang.
Virus influenza berikatan melalui hemagglutinin dengan gula asam sialat pada permukaan sel epitel, biasanya pada hidung, tenggorok, dan paru-paru mamalia, dan usus unggas (tahap 1 pada gambar infeksi).  Setelah hemagglutinin dipecah oleh protease, sel akan memasukkan virus melalui proses endositosis.
Setelah berada di dalam sel, kondisi asam dalam endosom akan menyebabkan dua kejadian terjadi: pertama, bagian dari protein hemagglutinin akan menyatukan envelope virus dengan membran vakuola, kemudian kanal ion M2 akan memungkinkan proton untuk berpindah melewati envelope virus dan mengasamkan inti virus, yang akan menyebabkan inti menjadi terurai dan melepaskan RNA virus dan protein inti. Molekul RNA virus (vRNA), protein aksesoris, dan RNA polymerase yang bergantung pada RNA (RNA-dependent RNA polymerase) akan dilepaskan pada sitoplasma (Tahap 2). Kanal ion M2 akan disekat (diblok) oleh obat amantadine, yang akan mencegah infeksi.
Protein inti ini berserta dengan vRNA akan membentuk kompleks yang akan ditranspor ke inti sel, di mana polimerase RNA yang bergantung RNA akan memulai transkripsi vRNA komplementer sense positif (langkah 3a dan b). vRNA dapat keluar menuju sitoplasma dan mengalami translasi (langkah 4) atau tetap bertahan pada nucleus. Protein virus yang baru disintesis dapat disekresi melalui apparatus Golgi menuju permukaan sel (pada neuraminidase dan hemagglutinin , langkah 5b) atau ditranspor kembali menuju inti sel untuk berikatan dengan vRNA dan membentuk partikel genom virus yang baru (langkah 5a). Protein virus lainnya memiliki kerja yang beragam pada sel inang, termasuk mengurai mRNA seluler dan mempergunakan nukleotida bebas untuk sintesis vRNA dan juga menghambat translasi mRNA dan juga menghambat translasi mRNA sel inang.
vRNA negative-sense yang membentuk genom dari calon virus, RNA polimerase yang bergantung RNA (RNA-dependent RNA polymerase), dan protein virus lain akan disusun menjadi virion. Molekul hemagglutinin dan neuraminidase akan berkelompok membentuk suatu tonjolan pada permukaan sel. vRNA dan protein inti virus akan meninggalkan inti sel dan memasuki penonjolan membran ini (langkah 6). Virus dewasa akan melakukan budding off dari sel dalam suatu bentuk bola yang terdiri dari membran fosfolipid inang, memperoleh hemagglutinin dan neuraminidase yang terkandung dalam lapisan membran ini (langkah 7).  Seperti sebelumnya, virus akan berikatan melalui hemagglutinin; virus dewasa akan melepaskan diri apabila neuraminidase mereka telah memecah residu asam sialat dari sel inang.  Obat yang menghambat neuraminidase, seperti oseltamivir, akan mencegah lepasnya virus infeksius baru dan mencegah replikasi virus. Setelah lepasnya virus influenza baru, sel inang akan mati.
Karena tidak terdapatnya enzim proofreading RNA, polimerase RNA yang bergantung RNA yang mengkopi genom virus akan melakukan kesalahan kurang lebih setiap 10 ribu nucleotida, yang sesuai dengan rata-rata dari vRNA influenza. Oleh karena itu, sebagian besar dari virus influenza yan selesai dirangkai adalah mutan; hal ini akan menimbulkan hanyutan antigen, yang merupakan perubahan lambat pada antigen pada permukaan virus seiring dengan berjalannya waktu.  Pemisahan genom menjadi delapan segmen vRNA yang terpisah memungkinkan percampuran atau reassortment dari vRNA apabila lebih dari satu jenis virus influenza menginfeksi suatu sel tunggal. Hal ini akan menimbulkan perubahan cepat dari genetika virus yang akan menimbulkan perpindahan antigen, yang merupakan perubahan tiba-tiba dari satu antigen ke antigen yang lain. Perubahan besar yang tiba-tiba memungkinkan virus untuk menginfeksi spesies inang baru dan dapat dengan cepat mengatasi kekebalan protektif yang telah ada. Hal ini penting dalam mekanisme munculnya pandem, yang didiskusikan di bawah ini dalam bagian Epidemiologi.




anda dan gejala

Gejala yang paling sensitif untuk mendiagnosis influenza
Gejala: Sensitivitas Spesivisitas
Demam 68–86% 25–73%
Batuk 84–98% 7–29%
Hidung tersumbat 68–91% 19–41%
Ketiga temuan tersebut, terutama demam, kurang sensitif pada pasien berusia lebih dari 60 tahun.


Gejala flu.
Gejala influenza dapat dimulai dengan cepat, satu sampai dua hari setelah infeksi. Biasanya gejala pertama adalah menggigil atau perasaan dingin, namun demam juga sering terjadi pada awal infeksi, dengan temperatur tubuh berkisar 38-39 °C (kurang lebih 100-103 °F).  Banyak orang merasa begitu sakit sehingga mereka tidak dapat bangun dari tempati tidur selama beberapa hari, dengan rasa sakit dan nyeri sekujur tubuh, yang terasa lebih berat pada daerah punggung dan kaki. Gejala influenza dapat meliputi:
Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil, gemetar)
Batuk
Hidung tersumbat
Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorok
Kelelahan
Nyeri kepala
Iritasi mata, mata berair
Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan pada mulut, tenggorok, dan hidung
Ruam petechiae
Pada anak, gejala gastrointestinal seperti diare dan nyeri abdomen,  (dapat menjadi parah pada anak dengan influenza B)
Kadangkala sulit untuk membedakan antara selesma dan influenza pada tahap awal dari infeksi ini, namun flu dapat diidentifikasi apabila terdapat demam tinggi mendadak dengan kelelahan yang ekstrem. Diare biasanya bukan gejala dari influenza dari anak, namun hal tersebut dapat dijumpai pada sebagian kasus "flu burung" H5N1 pada manusia dan dapat menjadi gejala pada anak-anak. Gejala yang paling sering terdapat pada influenza ditunjukkan pada tabel di kanan.
Karena obat-obat antivirus efektif dalam mengobati influenza apabila diberikan dini (lihat bagian terapi di bawah), penting untuk mengidentifikasi kasus secara dini. Dari gejala-gejala yang disebutkan di atas, kombinasi demam dengan batuk, nyeri tenggorok dan/atau hidung tersumbat dapat meningkatkan akurasi diagnositik. Dua penelitian analisis keputusan menunjukkan bahwa pada saat terdapat wabah influenza lokal, prevalensinya lebih dari 70%, oleh karenanya pasien dengan salah satu kombinasi dari gejala tersebut dapat diobati dengan inhibitor neuraminidase tanpa pemeriksaan. Bahkan saat tidak terdapatnya wabah lokal, pengobatan dapat dibenarkan pada pasien tua pada saat musim influenza selama prevalensinya lebih dari 15%.
Ketersediaan pemeriksaan laboratorium untuk influenza terus mengalami peningkatan. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, merangkum pemeriksaan laboratorium terbaru yang tersedia. Menurut CDC, pemeriksaan diagnostik cepat (rapid diagnostic test) memiliki sensitivitas sebesar 70-75% dan spesifisitas sebesar 90-95% dibandingkan dengan kultur virus. Pemeriksaan ini terutama berguna pada musim influenza (prevalensi = 25%) tanpa adanya wabah langusng, atau musim periinfluenza (prevalensi = 10%).



MEKANISME



Penularan
Shedding virus influenza (waktu di mana seseorang dapat menularkan virus pada orang lain) dimulai satu hari sebelum gejala muncul dan virus akan dilepaskan selama antara 5 sampai 7 hari, walaupun sebagian orang mungkin melepaskan virus selama periode yang lebih lama. Orang yang tertular influenza paling infektif pada hari kedua dan ketiga setelah infeksi. Jumlah virus yang dilepaskan nampaknya berhubungan dengan demam, jumlah virus yang dilepaskan lebih besar saat temperaturnya lebih tinggi. Anak-anak jauh lebih infeksius dibandingkan orang dewasa dan mereka melepaskan virus sebelum mereka mengalami gejala hingga dua minggu setelah infeksi. Penularan influenza dapat dimodelkan secara matematis, yang akan membantu dalam prediksi bagaimana virus menyebar dalam populasi.
influenza dapat disebarkan dalam tiga cara utama: melalui penularan langsung (saat orang yang terinfeksi bersin, terdapat lendir hidung yang masuk secara langsung pada mata, hidung, dan mulut dari orang lain); melalui udara (saat seseorang menghirup aerosol (butiran cairan kecil dalam udara) yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau meludah), dan melalui penularan tangan-ke-mata, tangan-ke-hidung, atau tangan-ke-mulut, baik dari permukaan yang terkontaminasi atau dari kontak personal langsung seperti bersalaman. Moda penularan mana yang terpenting masih belum jelas, namun semuanya memiliki kontribusi dalam penyebaran virus. Pada rute penularan udara, ukuran droplet yang cukup kecil untuk dihirup berdiameter 0,5 sampai 5 μm dan inhalasi satu droplet mungkin cukup untuk menimbulkan infeksi. Walaupun satu kali bersin dapat melepaskan sampai 40.000 droplet, sebagian besar dari droplet tersebut cukup besar dan akan hilang dari udara dengan cepat. Seberapa lama virus influenza dapat bertahan dalam droplet udara nampaknya dipengaruhi oleh kadar kelembaban dan radiasi ultraviolet: kelembaban rendah dan kurangnya cahaya matahari pada musim dingin membantu kebertahanan virus ini.
Karena virus influenza dapat bertahan di luar tubuh, virus ini juga dapat ditularkan lewat permukaan yang terkontaminasi seperti lembaran uang, gagang pintu, saklar lampu, dan benda-benda rumah tangga lainnya. Lamanya waktu virus dapat bertahan pada suatu permukaan beragam, virus dapat bertahan selama satu atau dua hari pada permukaan yang keras dan tidak berpori seperti plastik atau metal, selama kurang lebih lima belas menit pada kertas tissue kering, dan hanya lima menit pada kulit. Namun, apabila virus terdapat dalam mukus/lendir, lendir tersebut dapat melindungi virus sehingga bertahan dalam waktu yang lama (sampai 17 hari pada uang kertas). Virus flu burung dapat bertahan dalam waktu yang belum diketahui saat berada dalam keadaan beku. Virus mengalami inaktivasi oleh pemanasan sampai 56 °C (133 °F) selama minimun 60 menit, dan juga oleh asam (pada pH <2).




Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi influenza dapat menimbulkan gejala pada manusia telah dipelajari secara intensif. Salah satu mekanisme yang dipercaya adalah dengan inhibisi hormon adrenokortikotropik (ACTH/Adrenocorticotropic Hormone) yang menimbulkan penurunan kadar hormon kortisol. Mengetahui gen mana yang terkandung dalam galur virus tertentu dapat membantu memprediksi bagaimana virus tersebut dapat menular dan seberat apa infeksi yang akan terjadi (memprediksi patofisiologi dari suatu galur virus).
Contohnya, bagian dari proses yang memungkinkan virus influenza menginvasi suatu sel adalah penguraian dari protein hemagglutinin virus oleh salah satu enzim protease manusia. pada virus yang infeksinya bersifat ringan dan avirulen, struktur hemagglutinin yang ada hanya dapat diurai oleh protease yang ditemukan dalam tenggorok dan paru, sehingga virus ini tidak dapat menginfeksi jaringan lain. Namun, pada galur yang sangat virulen, seperti H5N1, hemagglutinin yang terkandung dalam virus dapat diurai oleh varietas protease yang beragam, sehingga memungkinkan virus menyebar ke seluruh tubuh.
Protein hemagglutinin virus bertanggung jawab baik dalam menentukan spesies mana yang dapat diinfeksi oleh suatu galur virus maupun lokasi saluran pernapasan mana yang dapat berikatan dengan suatu galur virus influenza. Galur yang dapat ditularkan dengan mudah dari manusia-ke-manusia memiliki protein hemagglutinin yang berikatan dengan reseptor pada saluran pernapasan bagian atas, seperti pada hidung, tenggorok, dan mulut. Sebaliknya, strain H5N1 yang sangat berbahaya berikatan dengan reseptor yang paling banyak ditemukan di dalam paru. Perbedaan pada tempat infeksi ini mungkin merupakan bagian dari alasan mengapa galur H5N1 menimbulkan pneumonia virus yang berat pada paru, namun tidak ditularkan dengan mudah melalui batuk dan bersin.
Gejala yang sering terdapat pada flu seperti demam, nyeri kepala, dan kelelahan merupakan hasil dari sejumlah besar sitokin dan chemokin proinflamasi (seperti interferon atau tumor necrosis factor (TNF)) yang diproduksi oleh sel yang terinfeksi influenza. Tidak seperti rhinovirus yang menimbulkan selesma (common cold/masuk angin), influenza menimbulkan kerusakan jaringan, sehingga gejala yang terjadi tidak seluruhnya disebabkan oleh respons inflamasi.  Respons imun yang besar ini dapat menimbulkan “badai sitokin” yang dapat mengancam nyawa. Kejadian ini diduga merupakan penyebab dari kematian yang tidak biasa baik pada flu burung H5N1, dan galur pandemik 1918. Namun, kemungkinan lainnya adalah sejumlah besar sitokin yang dihasilkan hanya merupakan hasil dari replikasi virus yang sangat besar yang ditimbulkan oleh galur tersebut, dan respons imun tidak memberikan kontribusi pada penyakit.



PENCEGAHAN



Vaksinasi


Vaksinasi influenza.
Vaksinasi terhadap influenza dengan vaksin influenza sering direkomendasikan pada kelompok risiko tinggi, seperti anak-anak dan lansia, atau pada penderita asma, diabetes, penyakit jantung, atau orang-orang yang mengalami gangguan imun. Vaksin influenza dapat diproduksi lewat beberapa cara; cara yang paling umum adalah dengan menumbuhkan virus pada telur ayam yang telah dibuahi. Setelah dimurnikan, virus kemudian akan diaktivasi (misalnya, dengan detergen) untuk menghasilkan vaksin virus yang tidak aktif. Sebagai alternatif, virus dapat ditumbuhkan pada telur sampai kehilangan virulensinya kemudian virus yang avirulen diberikan sebagai vaksin hidup. Efektivitas dari vaksin influenza beragam. Karena tingkat mutasi virus yang sangat tinggi, vaksin influenza tertentu biasanya memberikan perlindungan selama tidak lebih dari beberapa hari. Setiap tahunnya, WHO memprediksikan galur virus mana yang paling mungkin bersirkulasi pada tahun berikutnya, sehingga memungkinkan perusahaan farmasi untuk mengembangkan vaksin yang akan menyediakan kekebalan yang terbaik terhadap galur tersebut. Vaksin juga telah dikembangkan untuk melindungi ternak unggas dari flu burung. Vaksin ini dapat efektif terhadap beberapa galur dan dipergunakan baik sebagai strategi preventif, atau dikombinasikan dengan culling (pemuliaan) sebagai usaha untuk melenyapkan wabah.
Terdapat kemungkinan terkena influenza walaupun telah divaksin. Vaksin akan diformulasi ulang tiap musim untuk galur flu spesifik namun tidak dapat mencakup semua galur yang secara aktif menginfeksi seluruh manusia pada musim tersebut. Memerlukan waktu selama enam bulan bagi manufaktur untuk memformulasikan dan memproduksi jutaan dosis yang diperlukan untuk menghadapi epidemi musiman; kadangkala, galur baru atau galur yang tidak diduga menonjol pada waktu tertentu dan menginfeksi orang-orang walaupun mereka telah divaksinasi (seperti yang terjadi pada Flu Fujian H3N2 pada musim flu 2003-2004). Juga terdapat kemungkinan mendapatkan infeksi sebelum vaksinasi dan menjadi sakit oleh galur yang seharusnya dicegah oleh vaksinasi, karena vaksin memerlukan waktu dua minggu sebelum menjadi efektif.
Pada musim 2006-2007, CDC pertama kalinya merekomendasikan anak yang berusia kurang dari 59 bulan untuk menerima vaksin influenza tahunan.  Vaksin dapat menimbulkan sistem imun untuk bereaksi saat tubuh menerima infeksi yang sebenarnya, dan gejala infeksi umum (banyak gejala selesma dan flu hanya merupakan gejala infeksi umum) dapat muncul, walaupun gejala tersebut biasanya tidak seberat atau bertahan selama influenza. Efek samping yang paling berbahaya adalah reaksi alergi berat baik pada material virus maupun residu dari telur ayam yang dipergunakan untuk menumbuhkan virus influenza; namun reaksi tersebut sangatlah jarang.
Sebagai tambahan selain vaksinasi terhadap influenza musiman, peneliti berusaha untuk mengembangkan vaksin terhadap kemungkinan pandemi influenza. Perkembangan , produksi, dan distribusi vaksin inluenza pandemik yang cepat dapat menyelamatkan nyawa jutaan orang pada saat terjadi pandemi inluenza. Karena hanya terdapat waktu yang singkat antara identifikasi galur pandemik dan kebutuhan vaksinasi, para peneliti sedang mencari pilihan moda produksi vaksin selain melalui telur. Teknologi vaksin hidup yang diinaktivasi (berbasis telur atau berbasis sel), dan teknologi rekombinan (protein dan partikel mirip virus), akan memberikan akses real time yang lebih baik dan dapat diproduksi dengan lebih terjangkau, sehingga meningkatkan akses bagi orang-orang yang hidup di negara-negara berpenghasilan sedang dan rendah, dimana kemungkinan pandemi berasal. Sampai Juli 2009, lebih dari 70 uji klinis yang diketahui telah dilaksanakan atau sedang dilaksanakan mengenai vaksin influenza pandemi. Pada September 2009, Badan POM Amerika Serikat menyetujui empat vaksin terhadap virus influenza H1N1 2009 (galur pandemik pada saat itu), dan meminta stok vaksin tersebut tersedia dalam bulan selanjutnya








Pengendalian infeksi
Cara yang cukup efektif untuk menurunkan penularan influenza salah satunya adalah menjaga kesehatan pribadi dan kebiasaan higienis yang baik: seperti tidak menyentuh mata, hidung dan mulut; sering mencuci tangan (dengan air dan sabun, atau dengan cairan pencuci berbasis alkohol);  menutup mulut dan hidung saat batuk dan bersin, menghindari kontak dekat dengan orang yang sakit; dan tetap berada di rumah sendiri saat sedang sakit. Tidak meludah juga disarankan. Walaupun masker wajah dapat membantu mencegah penularan saat merawat orang yang sakit terdapat bukti-bukti yang bertentangan mengenai manfaat hal tersebut pada masyarakat. Merokok meningkatkan risiko penularan influenza, dan juga menimbulkan gejala penyakit yang lebih berat.
Karena influenza menyebar melalui aerosol dan kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, pembersihan permukaan tersebut dapat membantu mencegah sebagian dari infeksi. Alkohol merupakan bahan sanitasi yang efektif terhadap virus influenza, sementara senyawa amonium kuarterner dapat dipergunakan bersamaan dengan alkohol sehingga efek sanitasi tersebut dapat bertahan lebih lama.  Di rumah sakit, senyawa amonium kuarterner dan bahan pemutih dipergunakan untuk membersihkan ruangan dan peralatan yang sebelumnya dipakai oleh pasien dengan gejala influenza.  Di rumah, hal tersebut dapat dilakukan dengan efektif dengan mempergunakan bahan pemutih chlorine yang diencerkan.
Pada pandemi yang lalu, penutupan sekolah, gereja, dan bioskop memperlambat penyebaran virus namun tidak memiliki dampak yang besar terhadap angka kematian keseluruhan. Belum dapat dipastikan apakah menurunkan pertemuan publik, misalnya dengan menutup sekolah dan tempat kerja, akan menurunkan penularan karena orang yang menderita influenza bisa saja masih berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain; pendekatan seperti ini juga akan sulit untuk dilakukan dan mungkin tidak disukai. Apabila sejumlah kecil orang mengalami infeksi, mengisolasi orang yang sedang sakit dapat mengurangi risiko penularan.
Pengobatan

Orang yang menderita flu disarankan untuk banyak beristirahat, meminum banyak cairan, menghindari penggunaan alkohol dan rokok, dan apabila diperlukan, mengonsumsi obat seperti asetaminofen (parasetamol) untuk meredakan gejala demam dan nyeri otot yang berhubungan dengan flu.  Anak-anak dan remaja dengan gejala flu (terutama demam) sebaiknya menghindari penggunaan aspirin pada saat infeksi influenza (terutama influenza tipe B), karena hal tersebut dapat menimbulkan Sindrom Reye, suatu penyakit hati yang langka namun memiliki potensi menimbulkan kematian. Karena influenza disebabkan oleh virus, antibiotik tidak memiliki pengaruh terhadap infeksi; kecuali diberikan untuk infeksi sekunder seperti pneumonia bakterialis. Pengobatan antiviral dapat efektif, namun sebagian galur inflenza dapat menunjukkan resistensi terhadap obat-obat antivirus standar.
Dua kelas obat antivirus yang dipergunakan terhadap influenza adalah inhibitor neuraminidase dan inhibitor protein M2 (derivat adamantane). Inhibitor neuraminidase saat ini lebih disukai terhadap infeksi virus karena kurang toksik dan lebih efektif. CDC merekomendasikan untuk tidak mempergunakan inhibitor M2 pada musim influenza 2005-06 karena tinginya tingkat resistensi obat.  Karena wanita hamila nampaknya akan terkena dampak yang lebih besar dibandingkan dengan populasi umum oleh virus influenza H1N1 2009, pengobatan segera dengan obat-obat anti influenza telah direkomendasikan.  Pada Konferensi Pers influenza H1N1 November 2009, WHO merekomendasikan orang pada kelompok risiko tinggi, termasuk wanita hamil, anak berusia kurang dari dua tahun dan orang dengan masalah pernapasan, agar mulai mengkonsumsi obat-obat antivirus segera setelah mereka mengalami gejala flu. Obat antiirus yang dipergunakan termasuk oseltamivir (Tamiflu) dan zanamivir (Relenza).


Inhibitor neuraminidase
Obat-obat antivirus seperti oseltamivir (merek dagang Tamiflu) dan zanamivir (merek dagang Relenza) merupakan inhibitor neuraminidase yang didesain untuk menghambat penyebaran virus pada tubuh. Obat-obatan ini sering efektif terhadap influenza A dan B. Cochrane Collaboration meninjau kembali obat-obat ini dan menyimpulkan bahwa obat-obat in idapat mengurangi gejala dan komplikasi. Galur influenza yang berbeda memiliki derajat resistensi yang berbeda terhadap obat antivirus ini, dan tidak mungkin untuk memprediksi sebesar apa resistensi yang dimiliki galur pandemik pada masa depan.




Inhibitor M2 (adamantanes)
Obat-obat antivirus amantadine dan rimantadine akan memblokade kanal ion virus (protein M2) dan mencegah virus untuk menginfeksi sel. Obat-obatan tersebut kadangkala efektif terhadap influenza apabila diberikan dini pada infeksi namun selalu tidak efektif terhadap influenza B karena virus influenza B tidak memiliki molekul M2. Resistensi yang terukur terhadap amantadine dan rimantadine pada isolat Amerka dari H3N2 telah mengalami peningkatan sampai 91% pada tahun 2005. Tingginya tingkat resistensi ini mungkin disebabkan oleh ketersediaan luas dari amantadine sebagai obat yang dijual tanpa resep dokter untuk pengobatan selesma di negara-negara seperti Cina dan Russia, dan penggunaannya untuk mencegah wabah influenza pada ternak unggas.


Prognosis

Pengaruh influenza jauh lebih berat dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan selesma. Sebagian besar orang akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu satu sampai dua minggu, namun yang lainnya akan mengalami komplikasi yang mengancam nyawa (seperti pneumonia). influenza dapat mematikan, terutama pada orang yang lemah, muda dan tua, atau mengalami penyakit kronis. Orang-orang dengan sistem imun yang lemah, seperti penderita infeksi HIV tingkat lanjut atau pasien penerima transplan (yang sistem imunnya ditekan dengan obat untuk mencegah penolakan organ transplan), menderita penyakit yang lebih berat. Kelompok risiko tinggi yang lain adalah wanita hamil dan anak kecil.
Flu dapat memperburuk masalah kesehatan kronis. Orang-orang dengan emfisema, bronkitis kronis atau asma dapat mengalami kesulitan bernapas saat mereka mengalami flu, dan influenza dapat menimbulkan perburukan penyakit jantung koroner atau gagal gantung kongestif.  Merokok merupakan faktor risiko lain yang berhubungan dengan penyakit yang lebih berat dan mortalitas yang lebih tinggi yang ditimbulkan oleh influenza.
Menurut WHO: “Setiap musim dingin, puluhan juta orang terkena flu. Sebagian besar hanya sakit dan tidak bekerja selama satu minggu, sementara para lanjut usia memiliki risiko kematian yang lebih tinggi karena penyakit ini. Kami mengetahui bahwa korban meninggal di seluruh dunia melebihi ratusan ribu orang tiap tahunnya, namun bahkan di negara maju, jumlah tersebut tidak dapat dipastikan, karena pihak medis yang berwajib biasanya tidak memverifikasi orang yang meninggal karena influenza dan orang yang meninggal dengan penyakit-mirip-flu.” Bahkan orang sehat dapat terkena, dan masalah serius yang ditimbulkan oleh influenza dapat terjadi pada usia berapapun. Orang berusia lebih dari 50 tahun, anak yang sangat muda, dan orang dari semua usia dengan kondisi medis kronis lebih mungkin untuk mendapatkan komplikasi influenza, seperti pneumonia, bronkitis, infeksi sinus dan telinga.
Pada sebagian kasus, respons autoimun terhadap influenza dapat memberikan kontribusi terhadap sindrom Guillain-Barré (GBS). Namun, karena banyak infeksi lain yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini, influenza merupakan penyebab yang penting hanya pada saat terjadi epidemi. Sindrom ini telah dipercaya juga sebagai efek samping yang langka dari vaksin influenza. Walaupun satu laporan penelitian memberikan insidensi sebesar satu kasus per satu juta vaksinasi, sebuah penelitian besar di Cina, yang dilaporkan di NEJM yang mencakup hampir 100 juta dosis vaksin terhadap flu”babi” H1N1 2009 hanya ditemukan sebelas kasus sindrom Guillain-Barré, (0,1%) dari total insidensi pada orang yang divaksin, sebetulnya lebih tendah dari tingkat kejadian penyakit di Cina, dan tidak terdapat efek samping yang ditemukan; "rasio risiko-manfaat, yang biasa diterapkan pada vaksin dan segala sesuatu dalam pengobatan medis, sangat lebih condong pada penggunaan vaksin." Mendapatkan infeksi influenza sendiri meningkatkan risiko kematian (sampai 1 dari 10.000) dan meningkatkan risiko mengalami GBS sampai tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh penggunaan vaksin (kurang lebih 10 kali pada penggunaan perkiraan saat ini).


Epidemiologi



Variasi musiman
influenza mencapai prevalensi puncak pada musim dingin, dan karena belahan bumi utara dan selatan mengalami musim dingin pada waktu yang berbeda tiap tahunnya, terdapat dua musim flu tiap tahunnya. Itulah mengapa WHO (dibantu oleh National Influenza Centers) membuat rekomendasi bagi dua formulasi vaksin tiap tahunnya; satu untuk belahan bumi utara, dan satu untuk selatan.
Telah lama menjadi pertanyaan mengapa wabah flu terjadi secara musiman, bukan terjadi secara musiman sepanjang tahun. Satu penjelasan yang mungkin adalah karena orang berada dalam ruangan lebih sering pada musim dingin, mereka berada dalam kontak dekat lebih sering, dan hal tersebut meningkatkan penularan dari orang-ke-orang. Peningkatan tingkat perjalanan karena liburan musim dingin pada belahan bumi bagian utara mungkin juga memegang peranan.  Faktor yang lain adalah suhu yang dingin menyebabkan udara lebih dingin, yang dapat mengeringkan mukus/lendir, mencegah tubuh untuk mengusir partikel virus secara efektif. Virus juga bertahan lebih lama pada permukaan pada temperatur yang lebih dingin dan transmisi aerosol dari virus paling tinggi pada lingkungan yang dingin (kurang dari 5° C) dengan kelembaban relatif yang rendah. Kelembaban udara yang rendah pada musim dingin nampaknya merupakan penyebab utama dari transmisi influenza musiman pada iklim sedang.
Namun, perubahan musiman pada tingkat infeksi juga terjadi pada wilayah tropis, dan pada beberapa negara puncak infeksi terlihat terutama pada musim hujan. Perubahan musiman dalam tingkat kontak yang berhubungan dengan musim sekolah (semester) merupakan faktor utama dalam penyakit anak lainnya seperti campak dan pertussis, mungkin juga memegang peranan dalam kombinasi penyakit flu. Kombinasi dari efek musiman kecil ini dapat diperbesar dengan resonansi dinamis siklus endogen penyakit. H5N1 menunjukkan pola musiman baik pada manusia dan unggas.
Sebuah hipotesis alternatif yang menjelaskan pola musiman pada infeksi influenza adalah efek kadar vitamin D terhadap kekebalan terhadap virus. Pendapat ini pertama kali diajukan oleh Robert Edgar Hope-Simpson pada tahun 1965. Dia mengajukan bahwa penyebab epidemi influenza pada musim dinggin mungkin berhubungan dengan fluktuasi musiman vitamin D, yang timbul pada kulit di bawah pengaruh radiasi UV matahari (atau radiasi artifisial). Hal ini dapat menjelaskan mengapa influenza terjadi terutama pada musim dingin dan pada musim hujan pada daerah tropis, saat orang banyak berada dalam ruangan, jauh dari sinar matahari, dan kadar vitamin D-nya mengalami penurunan.


Penyebaran epidemi dan pandemi
Karena influenza disebabkan berbagai spesies dan galur virus, setiap tahunnya beberapa galur dapat musnah sementara galur yang lainnya menimbulkan epidemi, sementara galur yang lainnya menimbulkan pandemi. Biasanya, dua musim flu tahunan (satu dalam satu belahan bumi), terdapat tiga sampai lima juta kasus berat dan sampai 500.000 kematian di seluruh dunia, yang memenuhi kriteria epidemi influenza tahunan.[Walaupun insidensi influenza dapat sangat beragam dari tahun-ke-tahun, kurang lebih 36.000 kematian dan lebih dari 200.000 rawat inap berhubungan secara langsung dengan influenza tiap tahunnya di Amerika Serikat.  Kurang lebih tiga kali dalam satu abad, terjadi pandemi, yang akan menginfeksi sebagian besar populasi dunia dan dapat menyebabkan kematian jutaan orang (lihat bagian sejarah). Satu penelitian memperkirakan apabila suatu galur dengan virulensi yang sama dengan influenza 1918 muncul saat ini, maka virus tersebut dapat membunuh 50 sampai 80 juta orang.
Virus influenza baru mengalami evolusi spontan melalui mutasi atau melalui reassortment. Mutasi dapat menimbulkan perubahan kecil pada hemagglutinin dan antigen neuraminidase pada permukaan virus. Hal ini disebut antigenic drift, yang secara perlahan menimbulkan banyak variasi galur sampai salah satu dapat menginfeksi manusia yang kebal terhadap galur yang telah ada sebelumnya. Varian baru ini kemudian menggantikan galur yang lebih tua karena galur tersebut dengan cepat menyapu populasi manusia – sering menimbulkan epidemi. Namun, karena galur yang ditimbulkan oleh hanyutan tersebut akan cukup serupa dengan galur yang lama, sebagian orang akan masih imun terhadap virus tersebut. Sebaliknya, apabila virus influenza mengalami reassortment, mereka akan memperoleh antigen yang samaseklai baru – misalnya reassortment antara galur unggas dan galur manusia; hal ini disebut perpindahan antigen. Apabila virus influenza manusia memiliki antigen yang samasekali baru, setiap orang dapat terkena infeksi, dan virus influenza baru tersebut akan menyebar secara tidak terkontrol dan menimbulkan pandemi.  Berlawanan dengan model pandemi yang didasarkan pada hanyutan dan perpindahan antigen, suatu pendekatan alternatif telah diajukan dimanapandemi periodik ditimbulkan oleh interaksi dari suatu rangkaian galur virus yang tetap dengan populasi manusia yang secara konstan mengalami perubahan imunitas terhadap galur virus yang berbeda.


Sejarah

Etimologi
Kata influenza berasal dari bahasa Italia yang berarti “pengaruh” hal ini merujuk pada penyebab penyakit; pada awalnya penyakit ini disebutkan disebabkan oleh pengaruh astrologis yang kurang baik. Perubahan pendapat medis menyebabkan modifikasi nama menjadi influenza del freddo, yang berarti “pengaruh dingin”. Kata influenza pertama kali dipergunakan dalam bahasa Inggris untuk menyebut penyakit yang kita ketahui saat ini pada tahun 1703 oleh J Hugger dari Universitas Edinburgh dalam thesisnya yang berjudul "De Catarrho epidemio, vel influenza, prout in India occidentali sese ostendit".
Istilah lama yang dipergunakan untuk influenza adalah epidemic catarrh, grippe (dari bahasa Perancis, pertama kali dipergunakan oleh Molyneaux pada tahun 1694), sweating sickness, dan demam Spanyol (terutama pada galur flu pandemi 1918).



Pandemi
Gejala influenza manusia dikemukakan dengan jelas oleh Hippocrates kurang lebih 2.400 tahun lalu. Walaupun virus nampaknya menyebabkan epidemi sepanjang sejarah manusia, data historis mengenai influenza sulit untuk diinterpretasikan, karena gejalanya dapat serupa dengan gejala penyakit pernapasan lain. Penyakit ini mungkin telah menyebar dari Eropa ke Amerika pada waktu kolonisasi Amerika oleh orang-orang Eropa; karena hampir seluruh penduduk Antilles terbunuh oleh epidemi yang mirip dengan influenza yang menyebar pada tahun 1493, setelah kedatangan Christopher Columbus.
Laporan pertama yang meyakinkan mengenai pandemi influenza adalah wabah pada tahun 1580, yang bermula di Rusia dan menyebar ke Eropa lewat Afrika. Di Roma, lebih dari 8.000 orang meninggal, dan beberapa kota spanyol hampir seluruhnya musnah. Pandemi terus berlanjut secara sporadis sampai abad ke 17 dan 18, dengan pandemi 1830-1833 yang terutama menyebar dengan luas; pandemi tersebut menginfeksi kurang lebih seperempat dari penduduk yang terpapar.
Wabah yang paling terkenal dan paling mematikan adalah pandemi flu 1918 (pandemi flu spanyol) (influenza tipe A, subtipe H1N1), yang berlangsung antara tahun 1918 sampai 1919. Tidak diketahui dengan pasti seberapa banyak kematian yang ditimbulkan, namun perkiraannya berkisar antara 20 sampai 100 juta orang. Pandemi ini disebut sebagai “pembantaian medis terbesar dalam sejarah” dan mungkin telah membunuh orang sama banyaknya dengan Kematian Hitam. Angka kematian yang sangat besar ini disebabkan oleh tingkat infeksi yang sangat tinggi sampai 50% dan tingkat gejala yang sangat berat, diduga disebabkan oleh badai sitokin. Gejala flu pada tahun 1918 sangat tidak biasa sampai-sampai influenza pada awalnya salah didiagnosis sebagai demam dengue, kolera, ataupun demam tifoid. Satu pengamat menuliskan, “Salah satu komplikasi yang paling berat adalah perdarahan dari selaput lendir, terutama dari hidung, lambung, dan usus. Perdarahan dari telinga dan perdarahan petechia juga terjadi.” Mayoritas kematian disebabkan oleh pneumonia bakterial, infeksi sekunder yang ditimbulkan oleh influenza, namun virus juga membunuh orang secara langsung, menimbulkan perdarahan masif dan edema paru.
Pandemi flu 1918 (pandemi flu Spanyol) betul-betul mendunia, bahkan menyebar sampai ke Kutub Utara dan Kepulauan Pasifik yang jauh. Penyakit yang sangat berat membunuh antara 2 sampai 20% dari penderita yang terinfeksi, tidak seperti tingkat kematian epidemi flu yang biasanya hanya 0,1%.Gejala lain dari pandemi ini adalah kejadian ini sebagian besar membunuh dewasa muda, dengan 99% kematian pandemi influenza terjadi pada orang-orang berusia di bawah 65, dan lebih dari setengahnya berusia 20 sampai 40 tahun. Hal ini tidak biasa karena influenza biasanya paling mematikan pada usia sangat muda (dibawah usia 2 tahun) dan pada usia sangat tua (diatas 70 tahun). Mortalitas total dari pandemi 1918-1919 tidak diketahui, namun diperkirakan antara 2,5% sampai 5% dari seluruh populasi dunia telah meninggal karenanya. Sebanyak 25 juta mungkin telah meninggal dalam 25 minggu pertama; sebagai perbandingan, HIV/AIDS telah membunuh 25 juta penderitanya dalam 25 tahun pertama.
Pandemi flu yang terjadi selanjutnya tidak berdampak begitu besar. Pandemi tersebut adalah Flu Asia 1957 (tipe A, galur H2N2) dan Flu Hongkong 1968 (Tipe A, galur H3N2), namun wabah yang lebih kecil ini bahkan membunuh jutaan orang. Pada pandemi yang terjadi belakangan antibiotik telah tersedia untuk mengendalikan infeksi sekunder dan hal tersebut telah membantu mengurangi mortalitas dibandingkan dengan Flu Spanyol 1918.


Virus influenza pertama yang berhasil diisolasi berasal dari unggas, saat pada tahun 1901 agen yang menimbulkan penyakit yang disebut “fowl plague” dilewatkan melalui filter Chamberland, yang memiliki pori yang ukurannya terlalu kecil untuk dilalui oleh bakteria. Etiologi influenza, famili virus Orthomyxoviridae, pertama kali ditemukan pada babi oleh Richard Shope pada tahun 1931. Penemuan ini segera diikuti oleh isolasi virus dari manusia oleh sekelompok peneliti yang dipimpin oleh Patrick Laidlaw dari Konsili Penelitian Brtainia Raya pada tahun 1933. Namun, pada tahun 1935, saat Wendell Stanley pertama kali mengristalisasikan tobacco mosaic virus barulah sifat non seluler dari virus diketahui.
Langkah signifikan pertama dalam mencegah influenza adalah dikembangkannya vaksin virus mati untuk influenza pada tahun 1944 oleh Thomas Francis, Jr.. Hal ini merupakan perkembangan dari karya Frank Macfarlane Burnet, seorang Australia, yang menunjukkan bahwa virus akan kehilangan virulensinya saat ia dikultur dalam telur ayam yang telah dibagi.  Aplikasi dari temuan ini oleh Francis memungkinkan ia dan tim penelitinya di Universitas Michigan untuk mengembangkan caksin influenza pertama, dengan dukungan dari Angkatan Bersenjata Amerika Serikat. Dinas Ketentaraan memiliki keterlibatan pada penelitian ini karena pengalaman pada influenza pada Perang Dunia I, saat ribuan tentara terbunuh oleh virus dalam hitungan bulan. Dibandingkan dengan vaksin, perkembangan obat anti-influenza lebih lambat, dengan dikeluarkannya lisensi amantadine pada tahun 1966, dan hampir tiga puluh tahun kemudian, golongan obat berikutnya (inhibitor neruaminidase) dikembangkan.
Masyarakat dan kebudayaan

influenza menimbulkan beban biaya langsung karena hilangnya produktivitas dan biaya pengobatan medis yang diakibatkannya, dan juga biaya tidak langsung berupa langkah-langkah preventif. Di Amerika Serikat, influenza bertanggung jawab untuk total beban sebesar lebih dari 10 juta dollar per tahun, sementara telah diperkirakan bahwa pandemi di masa mendatang dapat menimbulkan kerugian ratusan juta dolar dalam bentuk beban langsung dan tidak langsung. Namun, dampak ekonomi dari pandemi yang lalu belum dipelajari secara intensif, dan sebagian penulis telah menduga bahwa influenza Spanyol sebetulnya memiliki efek jangka panjang positif pada pertumbuhan pendapatan per-capita, walaupun terdapat penurunan yang besar pada populasi pekerja dan efek depresi jangka pendek yang berat. Penelitian lain telah berusaha untuk memprediksi beban biaya dari suatu pandemi yang sama beratnya dengan flu Spanyol 1918 pada ekonomi Amerika Serikat, dimana 30% dari seluruh pekerja menjadi sakit, dan 2,5% mengalami kematian. Angka kesakitan sebesar 30% dan lama penyakit sebesar tiga minggu akan menurunkan produk domestik bruto sebesar 5%. Beban tambahan dapat muncul dari pengobatan medis dari 18 juta sampai 45 juta orang, dan beban ekonomi keseluruhan akan menjadi kurang lebih 700 juta dolar.
Biaya pencegahan juga tinggi. Pemerintah di seluruh dunia telah mengabiskan jutaan dolar Amerika dalam persiapan dan perencanaan dalam menghadapi kemungkinan pandemi flu burung H5N1, dengan beban biaya yang berhubungan dengan pembelian obat dan vaksin dan juga mengembangkan latihan bencana dan strategi dalam meningkatkan pengawasan perbatasan. Pada 1 November 2005, Presiden Amerika Serikat George W. Bush mengeluarkan the National Strategy to Safeguard Against the Danger of Pandemic Influenza (Strategi Nasional untuk Melindungi Bahaya Pandemi influenza)  yang didukung oleh permintaan dana pada kongres sebesar 7,1 juta dollar untuk memulai implementasi rencana tersebut. Di dunia internasional, pada 18 Januari 2006, negara-negara donor telah berjanji untuk menyumbang 2 juta dolar untuk memerangi flu burung pada Konferensi Perjanjian Internasional mengenai influenza Unggas dan Manusia (International Pledging Conference on Avian and Human Influenza) yang dilaksanakan selama dua hari di Cina.
Dalam penilaian pandemi H1N1 2009 pada negara-negara terpilih di belahan bumi bagian selatan, data menunjukkan bahwa semua negara mengalami dampak sosio/ekonomi dalam batas waktu dan/atau geografis tertentu dan penurunan sementara dalam kepariwisataan yang terutama disebabkan oleh ketakutan akan penyakit H1N1 2009. Masih terlelu dini untuk menentukan apakah pandemi H1N1 telah menimbulkan dampak ekonomi jangka panjang.



Penelitian



Dr. Terrence Tumpey memeriksa virus flu Spanyol 1918.
Penelitian pada influenza mencakup penelitian pada virologi molekuler, bagaimana virus menimbulkan penyakit (patogenesis), respon imun inang, genom virus, dan bagaimana penyebaran virus (epidemiologi). Penelitian ini membantu pengembangan langkah menangkal influenza; contohnya, pemahaman yang lebih baik mengenai respons sistem imun tubuh membantu pengembangan caksin, dan gambaran yang mendetail mengenai bagaimana influenza menyerang sel membantu dikembangkannya obat-obat antivirus. Salah satu program penelitian dasar yang paling penting adalah Influenza Genome Sequencing Project (Proyek penentuan urutan genom influenza), yang menciptakan pustaka (daftar kumpulan) sekuens (gen) influenza; pustaka ini dapat membantu menentukan faktor mana yang membuat satu galur lebih mematikan dibanding galur yang lain, gen mana yang paling mempengaruhi imunogenisitas, dan bagaimana virus berevolusi dari waktu ke waktu.
Penelitian vaksin baru sangat penting, karena vaksin yang tersedia saat in isangat lambat dan mahal untuk diproduksi dan harus diformulasi ulang tiap tahunnya. Penentuan urutan (sequencing) dari genom influenza dan teknologi DNA rekombinan dapat mempercepat ditemukannya galur vaksin baru dengan memungkinkan peneliti mengganti antigen baru pada galur vaksin yang telah dikembangkan sebelumnya.  Teknologi baru juga sedang dikembangkan untuk menumbuhkan virus pada kultur sel, yang menjanjikan angka produksi yang lebih tinggi, biaya yang lebih rendah, kualitas yang lebih baik dan surge capacity yang lebih baik. Penelitian pada vaksin influenza A universal, yang ditujukan pada domain eksternal dari protein M2 transmembran virus (M2e), sedang dilaksanakan oleh University of Ghent oleh Walter Fiers, Xavier Saelens, dan kelompoknya dan saat ini telah berhasil melewati uji klinis fase 1.
Sejumlah biologic, vaksin dan imunobiologic terapeutik juga sedang diteliti untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh virus. Biologi terapeutik dirancang untuk mengaktivasi respons imun terhadap virus atau antigen. Biasanya biologic tidak menargetkan jalur metabolik seperti obat-obat antivirus, namun merangsang sel imun seperti limfosit, makrofag, dan/atau antigen presenting cells untuk memberikan respons imun terhadap efek sitotoksik terhadap virus. Model influenza, seperti influenza mencit (murine influenza) merupakan model yang baik untuk dipergunakan untuk menguji efek biologic profilaksis dan terapeutik. Contohnya Lymphocyte T-Cell Immune Modulator menghambat pertumbuhan virus pada model influenza mencit.


Infeksi pada hewan lain

influenza menginfeksi banyak spesies binatang, dan transfer galur virus antar spesies dapat terjadi. Unggas diduga merupakan inang hewan utama dari virus influenza. Enambelas bentuk hemagglutinin dan sembilan bentuk neuraminidase telah diidentifikasi. Seluruh subtipe yang telah diketahui (HxNy) ditemukan pada unggas, namun banyak subtipe endemik pada manusia, anjing, kuda, dan babi; populasi unta, musang, kucing, anjing laut, cerpelai (mink) dan paus juga menunjukkan bukti-bukti infeksi atau paparan terhadap influenza. Varian dari virus flu kadangkala dinamai menurut spesies dimana galur tersebut endemik atau beradaptasi. Varian utama dari nama-nama yang mempergunakan konvensi ini adalah: flu unggas, flu manusia, flu babi, flu kuda, dan flu anjing. (flu kucing pada umumnya merujuk pada rhinotracheitis virus kucing atau Feline calicivirus dan bukan merupakan infeksi yang berasal dari virus influenza.). Pada babi, kuda, dan anjing, gejala influenza serupa dengan pada manusia, dengan batuk, demam, dan kehilangan nafsu makan. Frekuensi penyakit ini pada binatang tidak dipelajari sebaik infeksi pada manusia, namun wabah influenza pada anjing laut pelabuhan menimbulkan kurang lebih 500 kematian anjing laut di pantai New England pada tahun 1979-1980. Di sisi lain, wabah pada babi sering terjadi dan tidak menimbulkan angka kematian yang berat.


Flu unggas
Gejala flu pada unggas beragam dan mungkin tidak spesifik. Gejala yang mengikuti infeksi flu unggas dengan patogenesitas yang rendah dapat berupa bulu yang berantakan, penurunan kecil dalam produksi telur, atau penurunan berat badan dikombinasikan dengan penyakit pernapasan ringan. Karena gejala yang ringan ini dapat membuat diagnosis di lapangan menjadi sulit, mengikuti penyebaran flu unggas memerlukan uji laboratorium dari sampel yang berasal dari unggas yang terinfeksi. Beberapa galur seperti H9N2 Asia sangat virulen pada ternak unggas dan dapat menimbulkan gejala yang lebih ekstrem dan mortalitas yang signifikan. Pada bentuk yang paling patogenik, influenza pada ayam dan kalkun menimbulkan munculnya gejala mendadak tiba-tiba dan kematian hampir 100% dalam dua hari. Karena virus menyebar dengan cepat pada situasi yang padat seperti pada peternakan intensif ayam dan kalkun, wabah ini dapat menimbulkan dampak ekonomi yang besar bagi peternak unggas.
Galur H5N1 yang telah beradaptasi terhadap unggas dan sangat patogen (disebut HPAI A(H5N1), singkatan dari "highly pathogenic avian influenza virus of type A of subtype H5N1") menimbulkan flu H5N1, yang umumnya dikenal sebagai flu unggas, atau "flu burung", dan endemik pada banyak populasi burung, terutama pada Asia Tenggara. Galur turunan Asia dari HPAI A (H5N1) menyebar secara global. Epizootik (epidemi pada makhluk hidup bukan manusia) dan panzootik (penyakit yang mengenai binatang dari banyak spesies, terutama dalam wilayah yang sangat luas), telah membunuh puluhan juta unggas dan menyebabkan pembunuhan disengaja ratusan juta unggas lain dalam usaha untuk mengendalikan penyebarannya. Sebagian besar referensi di media terhadap “flu burung” dan sebagian besar referensi terhadap H5N1 adalah mengenai galur spesifik ini.
Pada saat ini, HPAI A(H5N1) merupakan penyakit unggas, dan tidak terdapat bukti yang menunjukkan penularan yang efisien manusia-ke-manusia dari HPAI A(H5N1). Pada hampir seluruh kasus, mereka yang terinfeksi telah mengalami kontak fisik yang ekstensif dengan unggas yang terinfeksi. Pada masa mendatang, H5N1 dapat bermutasi atau mengalami reassortment menjadi galur yang mampu ditularkan antar manusia dengan efisien. Perubahan yang diperlukan hingga hal ini terjadi belum dimengerti dengan baik.Namun, karena tingginya angka kematian dan virulensi H5N1, keberadaan endemiknya, dan inang reservoir biologis yang jumlahnya besar dan semakinh bertambah, virus H5N1 merupkaan ancaman pandemi dunia pada musim flu tahun 2006-07, dan milyaran dolar telah dikumpulkan dan dihabiskan dalam meneliti H5N1 dan merencanakan untuk kemungkinan pandemi influenza.



Flu babi
Pada babi, influenza babi menimbulkan demam, lemah badan, bersin, batuk, kesulitan bernapas, dan penurunan nafsu makan. Pada sebagian kasus infeksi dapat menimbulkan aborsi. Walaupun mortalitas biasanya rendah, virus dapat menimbulkan penurunan berat badan dan pertumb uhan yang buruk, menimbulkan dampak kerugian ekonomi bagi para peternak. Babi yang terinfeksi dapat mengalami kehilangan berat sebesar 12 pon berat badan dalam jangka waktu 3 sampai 4 minggu.
Pada tahun 2009, galur virus H1N1 yang berasal dari babi, yang sering disebut sebagai “flu babi” menyebabkan pandemi flu 2009, namun tidak terdapat bukti bahwa virus ini endemik pada babi (betul-betul merupakan flu babi) atau dapat menular dari babi ke manusia, namun virus ini menyebar dari manusia-ke-manusia. Galur ini merupakan reassortment dari beberapa galur H1N1 yang biasanya ditemukan secara terpisah, pada manusia, unggas, dan babi.





sumber wikipedia


newer posts newer posts homeMsg